Petani Diujung Tanduk, DPRD Lakukan Kunjungan Kerja Ke Desa Badau

Petani Diujung Tanduk, DPRD Lakukan Kunjungan Kerja Ke Desa Badau

Tanjungpandan, MediaCenter – Sepanjang jalan tak beraspal yang kami lalui, terlihat kebun lada dan karet dan tanaman ume (huma) milik masyarakat. Selebihnya pohon pohon pelawan, mentepong, semak belukar khas vegetasi hutan kerangas. “ Tinggal setengah kilo lagi kita sampai ke lokasi demo,” ujar Kaur Umum Desa Badau Munawir yang menunjukkan lokasi yang dituju.

Tiba di lokasi, sudah banyak warga berkumpul. Tampak Camat Badau dan Kades Badau sedang memberi penjelasan kepada warga. Sejumlah anggota Komisi II DPRD didampingi perwakilan Dinas Pertanian, Dinas Lingkungan dan Kesbangpol tampak serius berdialog.

Pada 21 Februari lalu, Kepala Desa berkirim telah surat kepada PT.Xitrun Sukses International terkait Inventaris kebun dan tanam tumbuh masyarakat. Namun pihak perusahaan tidak dapat memenuhi karena pertemuan dengan DPRD sebelumnya menyepakati dialog di lapangan hari ini (Senin, 02 Maret 2020).

Hari ini, di lapangan, sebagian besar pengunjung rasa mengeluhkan aktivitas pemilik IUP Tambang yang merusak tanaman mereka rusak padahal menurut Munawir sebelumnya sudah ada kesepakatan.

Perusahaan tidak akan menganggu tanam tumbuh milik masyarakat. Salah seorang warga menyebut, lahan disini kurang baik untuk ditambang. “ Kalo kaolin tanahnya kuning.” Katanya. Sebagian mereka menunjuk barisan tanaman sawit lahan di seberang sungai Pata yang tak jauh dari aliran Aik Rayak.

Rano-salah satu pengunjuk rasa, menyebut peladang disini sudah memiliki karet kampung yang berumur lebih dari 50 tahun. Ada juga pohon cempedak tua. Rano berkisah, lokasi yang disengketakan dulunya tempat ia memasang sunggau (tiang melintang-tempat lebah bersarang). “ Setahun bisa 6 lai (sarang) bisa didapat. Bayangkan kalau setiap lai-nya bisa menghasilkan 6 botol air madu,” terang Rano.

Alih fungsi lahan membuat Rano mulai kehilangan lokasi berburu lebah madu hutan, praktis ia kehilangan penghasilan. Bisa dibayangkan kehilangan penghasilan jika ukuran per botol madu bisa dijual dengan harga Rp. 100.000.

Harga sebanding khasiat. Dengan mengkonsumsi madu daya tahan tubuh meningkat. Orang kampung biasa mengkonsumsikan madu pada saat pagi bersama singkong rebus yang masih hangat.

“ Banyak yang memasang sunggau disini. Kalau mau liat sunggau aku, ada yang dekat. Aku punya 18 sunggau bunge mentepong, “ ajak Rano. Kalau hutan tidak dirusak, setidaknya Rano mengaku bisa menghasilkan 60 lai sarang lebah setahun. Tahun lalu (2019), ia bisa mengumpulkan 187 botol air madu dari 38 sunggau yang ia pasang.

Tentu, kondisi hutan sekarang berbeda dengan sepuluh tahun silam, ketika ayah dua anak ini mulai menjalani sebagai pemuar madu. Beruntung kebun Rano di Aik Beresing agak jauh dari lokasi yang akan diland clearing pemegang IUP (Izin Usaha Pertambangan).

Sumber : Randa/Dedi/IKP

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

12 + 19 =